Asuhan
Keperawatan untuk BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
1. Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar
prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak).
Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland
atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994
: 193).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang
kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse &
Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli
(Poernomo, 2000, hal 74).
2. Etilogi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah
proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
a.
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan
reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi .
b.
Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria
terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
c.
Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
d.
Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e.
Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa
terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma
dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal
74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
(Roger Kirby, 1994 : 38).
3.
Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital
a.
Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
b.
Kelenjar Postat
Prostat
adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ).
Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20
gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus
ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini terdiri
atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah
arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan
anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970). Asinus setiap
kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel
kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan
androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang
membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus
kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat
yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa
dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka
interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke
pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna. Prostat
berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara
di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain
pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat. Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui
pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal
pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus
bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari
semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi
pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.
4.
Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal
(1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005),
menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000)
menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh
sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi
resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian
detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat
dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung
kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi
(buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut
divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding
kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung
kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi
sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
5.
Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih.
a.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:




Gejala obstruktif meliputi:




b. Gejala pada
saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat
penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala
obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan
neuropati perifer.
c.
Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter
biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua
penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer,
2000, hal 330).
d. Warna urin
merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam
empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat
|
Colok
Dubur
|
Sisa
Volume Urine
|
I
II
III
IV
|
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah
dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
|
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total
|
6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin
dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
7. Penatalaksanaan
Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
a.
Stadium I
Pada stadium
ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif,
misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin.
Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat
ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b.
Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c.
Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan
apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka
dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d.
Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah
membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi
diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.Pada
penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat
dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Sumber:http://askep-laporan-pendahuluan.blogspot.co.id/2013/09/asuhan-keperawatan-untuk-bph-benigna.html (diunduh tanggal 4 Oktober 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar